NATAL DI NEW ZEALAND

“Bagi kami Natal adalah waktu untuk berlibur. BIasanya, kami berkumpul bersama keluarga dan teman” demikian kata seorang guru tentang Natal ketika saya mengikuti kursus Bahasa Inggris di New Zealand. Pernyataan guru saya ini menjadi gambaran umum suasana Natal di New Zealand. Hari raya Natal yang bersamaan dengan liburan sekolah lebih dilihat sebagai hari libur daripada perayaan keagamaan. Masyarakat biasanya berkumpul bersama teman dan keluarga dengan kegiatan yang bersifat ­fun, seperti piknik dan BBQ. Sebagain masyarakat memang masih melihat Natal sebagai sebuah Perayaan keagamaan, tetapi pada umumnya masyarakat lebih cenderung melihat Natal sebagai hari libur yang diisi dengan kegiatan piknik ke taman atau pantai bersama teman dan keluarga. Ini tentunya berbeda dengan pandangan masyarakat Indonesia di mana Natal tidak hanya sebagai moment berkumpul bersama teman dan keluarga tetapi juga sebagai sebuah perayaan religius memperingati kelahiran Yesus Sang Juruselamat.

Natal biasanya diawali dengan masa Adven yang berlangsung empat minggu. Bagi umat Katolik masa Adven adalah kesempatan bagi umat Allah untuk mempersiapkan diri menyambut kelahiran Sang Raja Damai. Dalam masa ini umat biasanya diminta untuk tidak menyanyikan dan membunyikan lagu-lagu Natal serta dekorasi-dekorasi yang Natal seperti seperti kandang dan pohon Natal belum terlihat. Sebaliknya di New Zealand, Nuansa Natal sudah terasa sejak bulan November bahkan sebelum minggu Adven dimulai. Dekorasi dan ornamen Natal seperti Santa Klaus sudah menghiasai pusat-pusat perbelanjaan. Lagu-lagu Natal (Christmas Carol) sudah diputar dan diperdengarkan di pusat-pusat keramaian. Hal ini memperlihatkan bagaimana perayaan Natal dilihat sebagai peluang bisnis.

Seperti Indonesia, di New Zealand pada perayaan malam Natal (24 Desember) Gereja biasanya dipadati umat. Ekaristi biasanya berlangsung cukup meriah dan khidmat dengan koor yang berjumlah tiga atau empat orang. Misa biasanya berlangsung kurang lebih satu setengah jam. Selesai misa umat biasanya langsung beranjak kembali ke rumah masing-masing. Setidaknya inilah pengalaman yang saya alami ketika merayakan Natal di New Zealand tahun lalu. Berbeda sekali ketika saya merayakan Natal di Indoensia di mana Ekaristi dipersiapkan dengan sangat baik denga petugas perayaan Natal mulai dari koster, lektor, ajuda,  kolektor, kemananan, koor, dll sudah mempersiapkan diri dengan sangat baik jauh-jauh hari sebelum perayaan Natal. Seusai misa malam Natal, umat  biasanya berbagi salam Natal kepada umat lain. Pengalaman berkumpul bersama  seusai Misa seperti inilah yang terkadang membangkitkan kerinduan akan suasana Natal di kampung halaman.  

Kehadiran Komunitas Katolik Indonesia Auckland (KKIA) paling tidak bisa mengobati kerinduan akan suasana Natal Indonesia. Komunitas KKIA yang dimoderatori oleh seorang imam Redemptoris biasanya mengadakan Perayaan Natal komunitas beberapa hari setelah tanggal 25 Desember. Perayaan biasanya diawali dengan Ekaristi yang berlangsung dalam bahasa Indonesia dengan koor yang juga membawakan lagu-lagu Indonesia. Seusai misa, acara biasanya dilanjutkan dengan hiburan dan ramah tamah sederhana. Anggota komunitas biasanya mempersiapkan beberapa makanan khas Indonesia, seperti nasi goreng, bakso dan kolak. Bergabung bersama dengan KKIA tidak hanya menjadi kesempatan untuk mengenal sudara/i lain dan merasakan suasana Indonesia tetapi juga saling dan mendukung dan menguatkan sebagai saudara seiman.

Setelah tanggal 25 Desember umat Allah di Indonesia biasanya merayakan Natal kedua. Pada tanggal ini gereja biasanya masih dipenuhi dengan umat. Sebaliknya di New Zealand tidak ada yang namanya Natal kedua. Sebagai gantinya, pada tanggal 26 Desember masyarakat merayakan Boxing day. Menurut cerita, boxing day adalah hari di mana para majikan memberikan hadiah yang diisi dalam sebuah kotak (box) kepada para pekerjanya. Saat ini Boxing day adalah hari di mana masyarakat menyerbu pusat-pusat perbelanjaan yang menawarkan diskon besar-besaran meski terkadang harus antri berjam-jam sejak pagi hari hanya untuk mendapatkan barang yang incar. Boxing day biasanya berlangsung satu ada dua hari.

Meski masyarakat pada umumnya memandang Natal sebagai sebuah liburan semata. Namun ada juga masyarakat yang tetap memaknai Natal dengan spirit keagamaan. Beberapa umat Allah biasanya seacara aktif ambil bagian dalam perayaan Natal. Ada yang menjadi anggota koor, lektor dan kolektor serta anak-anak untuk yang menampilkan drama Natal. Salah satu kebiasaan menarik lain dari masyarakat New Zealand yang juga terdapat di Indonesia adalah kebiasaan bertukar kartu ucapan Natal. Meski lebih mudah mengirim ucapan Natal lewat aplikasi social media tetapi masyarakat tetap memelihara tradisi bertukar kartu Natal. Kartu Natal yang ditulis dengan kata-kata motivasi biasanya ditujukan kepada teman dan kerabat. Tidak jarang kartu ucapan dikirim beserta bingkisan Natal seperti sebotol anggur atau sebungkus coklat. Tahun lalu saya mendapat beberapa kartu Natal dari teman-teman kelas dan umat Allah yang bersisi pesan-pesan Natal dengan tulisan tangan serta lukisan yang indah.

Demikialan gambaran umum tentang perayaan Natal di New Zealand. Tahun ini saya akan merayakan Natal di Australia yang mana nuansannya tidak akan jauh berbeda dengan New Zealand. Berkumpul bersama teman dan keluarga adalah kerinduan terbesar ketika merayakan Natal. Sayangnya tahun ini kerinduan tersebut belum juga tercapai karena satu dua alasan. Kehadiran komunitas Indonesia  yang menawarkan nuansa kebersamaan dan persaudaraan ala Indonesia paling tidak mengobati rasa rindu akan kampung halaman.

Komentar

Postingan Populer