Latihan Kotbah - SYUKUR ATAS HASIL PANEN
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh komunitas Wisma
Sang Penebus untuk melatih para frater dalam berkotbah adalah kegiatan latihan
kotbah yang diadakan dua kali dalam setahun. Kegiatan ini menjadi semacam
kesempatan atau arena di mana para frater dipersiapkan untuk menjadi pengkotbah
yang mumpuni, bukan saja dari segi isi tetapi juga dari sisi pembawaan dan
penampilan. Dua hal ini menjadi perhatian, karena seringkali menjadi
ukuran keberhasilan seseorang dalam berkotbah.
Dan, berikut ini adalah salah satu kotbah yang saya
bawakan dalam kesempatan tersebut. Kotbah saya ini merupakan kotbah perayaan
syukur atas hasil panen. Adapun bacaan yang saya gunkan adalah: Bacaan I yakni
Ul 26:1-11 dan Bacaan Injil
dari Mat 11:25-27.
SYUKUR YANG BERCIRI VERTIKAL SEKALIAN HORIZONTAL
Bapak, ibu, Saudara/i, yang terkasih dalam Yesus
Kristus
Umat beriman yang terkasih, selamat malam untuk kita
semua, sesuai dengan undangan, pada malam kita diajak oleh keluarga bpk. Simon
untuk beryukur bersama atas hail panennya yang melimpah pada tahun ini, 300 ton
ya pak? - Bersyukur adalah sikap manusia yang sudah melekat pada setiap
budaya, terlebih pada masyarakat agraris. Kalau dikatakan terutama dalam
masyarakat agraris itu berarti ada kaitannya dengan pertanian terlebih dengan
panen yang didapat. Mereka juga mudah bersyukur karena pada hakekatnya
masyarakat agraris adalah masyarakat yang dekat dengan alam ciptaan yang
gampang membawa mereka pada kesadaran akan keberadaan Sang Khalik, Sang
Penciptanya, yakni Allah sendiri.
Kedekatannya dengan alam membawa mereka pada kedekatan
dengan Sang Sumber Kehidupan, yakni Allah. Hampir di setiap suku dan budaya
tedapat kebiasaan pesta sykur. Di kalangan masyarakat Sunda misalnya, ada
upacara “SEREN TAHUN”. Seren Tahun berarti menyerahkan tahun yang lalu dan juga
tahun yang akan datang. Penyerahan tahun lalu dinyatakan dengan membawa hasil
panen untuk dipersembahkan dan menyerahkan tahun yang akan datang kepada Hyang
Widi, Tuhan Allah Sang Pencipta. Hampir sama dengan “SEREN TAHUN”, di Jogja ada
ada tradisi “BERSIH DESA” dan “MERTI BUMI”. Dalam tradisi saudara kita orang
Ngada dikenal pesta “REBA. Bahkan, banyak dari tradisi ini yang sudah
bersentuhan dengan liturgi Gereja.
Saudara/i yang terkasih dalam Yesus Kristus
Pesta syukur jugaterdapat dan bahkan sudah hidup dalm
tradisi Israel. Hal ini dapat kita lihat dalam bacaan pertama dari Ulangan.
Disana digambarkan dengan jelas sekali bahwa umat Tuhan membawa dan memberi
persembahan bukan karena Tuhan kekurangan sehingga membutuhkan pemberian
manusia, tetapi karen alasan lain.Pertama, agar umat Tuhan selalu
ingat bawah tanah subur (yang digambarkan dengan kata “berlimpah susu dan
madunya”) yang mereka tinggali adalah berkat dan pemberian yang berasal dari
Tuhan. Kedua, agar umat Tuhan menghormati Tuhan dengan cara
beribadah kepada-Nya. Kalimat “kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih
TUHAn, Allahmu, untuk membuat nama-nya diam di sana” (26:2b, 10) menyatakan
penghormatan kepada TUHAN. Untuk mereka harus menyiapkan waktu untuk beribadah
kepada-Nya. Ketiga, Umat Tuhan, lewat perayaan ini diajak
untuk senantiasa mengingat kembali perbuatan TUHAN di masa lampu (26: 5-10).
Dengan demikian, mereka akan selalu mengingat latar belakang atau akar mereka
dan bagaiman TUHAN mengasihi mereka. Jadi, persembahan yang mereka persembahkan
merupakan ungkapan syukur dan terima kasih mereka atas kebaikan TUHAN.
Bapak,
ibu, Saudara/i yang terkasihdalam Yesus Kristus
Dari beragam perayaan di atas, baik itu dari tradisi
dan budaya yang tersebar di Indonesia yang kita hidupi saat ini serta dari
Kitab Suci hemat saya, ada beberapa hal menarik yang dapat kita jadikan
pelajaran. Pertama,adalah bahwa sikap bersyukur adalah sikap
manusia yang sadar akan hidupnya yang bergantung pada berkat dan Rahmat dari
Allah, Bangsa Israel misalnya, mereka sadar bahwa segala berkat rohani dan
jasamni yang mereka nikmati merupakan berkat karunia Tuhan. Rasa syukur itu
kemudian diungkapkan dalam ritus yang biasa dihayati yang merupakan wujud dari
bakti manusia kepada Allah Sang Penciptanya. Itulah yang disebut kesadaran
religius.Kedua adalah, kegiatan-kegiatan tersebut diadakan untuk
memohon berkat bagi masa depan, bagi tahun yang akan datang dan, yang ketiga,
bahwa kegembiraan itu semakin besar bila dinikmati bersama atau dengan berbagi
bersama orang lain. Ini merupakan wujud dimensi sosial dari perayaan syukur
tersebut. Hal ini diwujudkan dengan saling berbagi hasil panen yang melimpah
dengan sesama.
Bapak, ibu, saudara/i yang terkasih dalam Kristus
Orang suci mengatakan bahwa orang yang berbahagia
adalah orang yang bisa selalu bersyukur dalam hidupnya. Hal inilah yang
dihidupi Yesus, ketika Dia bersyukur kepada Bapa-Nya atas setiap berkat dan
hikmat yang diberikan oleh Bapa-Nya. Hari ini keluarga bapak Simon juga adalah
keluarga yang berbahagia karena mensyukuri berkat Tuhan dalam rupa hasil panen
yang melimpah. Syukur berarti mengakui bahwa hidup ini anugerah, hidup ini
pemberian dari Allah. Dan pemberian itu tidak hanya membawa kegembiraan pada
dirinya sendiri tetapi disempurnakan dan diperluas dengan kepedulian berbagi
dengan sesama. Dengan kata lain, syukur sejatinya tidak hanya berciri vertikal
yang menggambarkan hubungan antara manusia dan Allah, yang nampak lewat
perayaan atau ibadat syukur tetapi juga serentak harus disempurnkana dengan
syukur berciri horizontal, di mana juga membawa atau berdampak bagi kegembiraan
sesama. Hemat saya inilah yang dilakukan oleh bapak Simon sekeluarga pada malam
hari ini dengan mengajak kira berkumpul dan berdoa bersama, bapak Simon tidak
hanya bersyukur kepada Allah atas berkat dia alami dalam rupa penen yang
melimpa tahun ini, tetapi juga beryukur dengan cara berbagai dengan sesama.
Bapak,
ibu, saudaara/i yang terkasih dalam Yesus Kristus
Belajar dari pengalaman Kitab Suci dan peristiwa hari
ini, pertama, kita sebagai umat beriman, diajak untuk
senantiasa memanjatkan syukur, tidak peduli pengalaman apa pun yang kita alami,
meski memang menjadi sulit untuk beryukur ketika yang terjadi adalah pengalaman
dukacita, namun sebagai umat beriman, kita yakin bahwa setiap peristiwa hidup
yang kita alami, entah suka maupun duka, entah baik maupun buruk, di sana Allah
sedang berbicara dengan dan menyapa kita, ada pesan Allah yang tersirat, ada
rencana dan rancagan kasih Alla yang luar biasa di dalamnya.
Kedua, itu berarti, kita tidak hanya memanjatkan
syukur ketika kita mengalami keberhasilan dan kesuksesan yang gilang-gemilang,
tetapi syukur senantiasa kita panjat dan haturkan ke hadirat Allah atas setiap
pengalaman-pengalaman hidup sederhana yang kita alami. Belajar dari Yesus, kita
diajak untuk menyadari bahwa di balik peristiwa-peristiwa sederhana ada hikmat
Allah, terkadang Allah berbicara dan menyapa kita lewat peristiwa sederhana
hidup kita.
Dan yang ketiga, kita harus
senantiasa sadar bahwa pengalaman syukur yang kita alamoi hendaknya harus
bergaung dan berdampak bagi sesama. Itu berarti tidak cukup kita sendiri yang
menikmati sykur tersebut, tetapi juga harus dinikmati dan bergaung serta
berdampak bagi orang lain. Ingat, pengalaman-pengalaman pahit dan kegagalan
yang kita bagikan kepada orang lain akan menjadi pelajaran yang bremanfaat
tidak hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga akan bermakna bagi orang lain.
Bapak, ibu, saudaara/i yang terkasih dalam Yesus
Kristus
Dengan demikian, bersyukur atas setiap pengalaman,
baik suka mupun duka, baik berhasil maupun gagal adalah ungkapan terima kasih
kita kepada Allah. Semoga hari-hari hidup kita senantiasa diwarnai dengan
ungkapan syukur.
Komentar
Posting Komentar