AGUSTINUS ADISUTJIPTO SEORANG PROFESIONAL SEJATI



1.                  Pengantar
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa besar yang dijajah oleh penjajah dalam rentang waktu yang sangat panjang. Bangsa ini dijajah oleh penjajah Belanda selama kurang lebih tiga setengah abad. Pada masa itu rakyat Indonesia mengalami peristiwa kelam dalam hidupnya. Hak mereka dirampas oleh bangsa penjajah. Mereka menjadi terasing di tanah mereka sendiri. Apa yang mereka miliki dirampas dan direbut oleh penjajah dengan semenah-menah. Peristiwa ini memunculkan semangat dalam diri anak bangsa untuk memperjuangkan hak mereka yang telah dirampas oleh penjajah. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang mereka miliki mereka berjuang menghadapi penjajah.
Namun sayang, karena usaha mereka menjadi sia-sia dan tidak membawa hasil yang signifikan. Apa yang mereka perjuangkan bukannya mendatangkan hasil melainkan semakin membawa kesengsaraan bagi mereka sendiri. Perlawanan yang mereka berikan ditanggapi oleh penjajah dengan tindakan yang lebih keras dan tidak beradab. Hal ini tidak lepas dari kurangnya rasa persatuan dalam diri bangsa ini saat itu. Banyak kerajaan dan daerah-daerah yang berjuang sendiri-sendiri. Hal ini dimanfaatkan betul oleh penjajah untuk mengaduh domba bangsa ini. Akibatnya peperangan yang sebenarnya bertujuan melawan dan menumpas penjajah, malah menjadi bumerang bagi bangsa ini sendiri. Di mana – mana terjadi perang yang melibatkan anak bangsa ini sendiri.
Kenyataan ini berlangsung terus hingga muncul tokoh-tokoh nasional yang telah mengenyam pendidikan yang cukup dan mengetahui situasi bangsa ini. Dalam hal ini, beberapa tokoh yang terkenal misalnya: Soekarno dan M. Hatta. Merekalah yang menjadi pelopor utama perjuangan bangsa ini untuk bebas dari tangan penjajah. Gerakan – gerakan yang mereka bangun biasanya diawali dengan pendirian  organisasi, salah satu yang terkenal adalah Budi Utomo. Melalui organisasi – organisasi seperti ini, mereka mulai menggalang persatuan dan kesatuan di kalangan anak bangsa. Di lain pihak usaha untuk merebut kemerdekaan tidak hanya terjadi melalui jalur diplomasi tetapi juga melalui perjuangan yang terus – menerus dengan penyerangan – penyerangan dan penyerbuan terhadap markas – markas pasukan penjajah. Peperangan terjadi di mana – mana dan melibatkan seluruh anak bangsa. Akibatnya tidak sedikit pejuang kemerdekaan yang maju dan mati dalam medan pertempuran. Mereka - mereka inilah yang di kemudian hari dikenal sebagai pahlawan bangsa, orang yang berjuang demi kemerdekaan bangsanya sampai titik darah terakhir.
Dari sekian banyak pahlawan yang dimiliki oleh bangsa ini, salah seorang yang terkenal adalah Agustinus Adisutjipto. Dan yang membanggakan lagi beliau adalah seorang Katolik yang sangat taat dan saleh. Hal ini bukan hanya isapan jempol belaka tetapi direalisasikan dalam hidup nyata. Dalam setiap kesempatan ketika menjalankan tugasnya beliau tidak lupa membawa serta Rosario. Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa prinsip utama dan pertama yang dipegang oleh beliau yakni berjuang demi bangsa dan juga Gereja

2.                     Riwayat Hidup Agustinus Adisutjipto
Marsekal Muda (Pur) Agustinus Adisutjipto akrab dipanggil Cip namun kemudian rekan-rekannya memanggilnya Pak Adi merupakan putra pertama dari lima bersaudara buah perkawinan Roewidodarmo dan Latifatun. Adisutjipto, kelahiran Salatiga 3 Juli 1916, sangat gemar bermain sepakbola, naik gunung, tenis dan catur. Intelektualitasnya terasah lewat hobinya membaca buku-buku kemiliteran dan filsafat. Pribadinya dikenal pendiam, namun sangat reaktif bila harga dirinya terinjak.Ketika Jepang mendarat Maret 1942, peta penerbangan Hindia Belanda berubah. Adisutjipto yang ketika PD II pecah ditempatkan di skadron intai di Jawa beserta rekan-rekannya seperti Sujono, Sulistyo, dan Husein Sastranegara, tidak pernah lagi terbang. Semua yang berbau Belanda dimusnahkan.
Agustinus Adisutjipto sempat belajar di Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoge School) di Jakarta, tetapi tidak selesai. Kemudian ia memutuskan untuk pindah ke Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati. Selesai pendidikan ia bertugas di Squadron Pengintai Udara.
Pada masa pendudukan Jepang, Adisutjipto bekerja pada perusahaan bus di Salatiga karena saat itu tidak satu pun orang Indonesia yang diperbolehkan menerbangkan pesawat. Sesudah Indonesia merdeka, ia menyumbangkan tenaga membina Angkatan Udara Republik Indonesia bersama S. Suryadarma, yang kemudian diangkat menjadi Kepala Staf AURI. Saat itu, tenaga penerbang sangat sedikit. Pesawat terbang hampir-hampir tidak ada, dan kalau pun ada sudah rongsokan. Teknisi-teknisi Indonesia berusaha memperbaiki pesawat tersebut. Tanggal 27 Oktober 1945, Adisutjipto berhasil menerbangkan sebuah pesawat. Penerbangan itu adalah penerbangan pertama yang dilakukan oleh putra Indonesia. Pada tanggal 1 Desember 1945 Adisutipto mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo, yang kemudian diganti namanya menjadi Bandara Adisutjipto, untuk mengenang jasa beliau sebagai pahlawan nasional. Di situ dididik kader-kader Angkatan Udara. Karena jasa-jasanya itu Adisutjipto disebut bapak Penerbang Indonesia.
Jabatan lain yang pernah dipegangnya ialah Wakil II Kepala Staf Angkatan Udara. Selain itu, pernah pula ditugasi ke India dan Filipina untuk mencari tenaga pelatih dan menyewa pesawat terbang. Di India, berkat bantuan Perdana Menteri Jawaharlal Nehru, ia berhasil mengadakan perundingan dengan Patnaik yang kemudian bersedia menyewakan sebuat pesawat Dakota.
Untuk kedua kalinya, bersama Abdulrahman Saleh, pada bulan Juli 1947, Adisutjipto pergi ke India. Penerobosan blokade udara Belanda menuju India dan Pakistan berhasil dilakukan. Mereka kembali membawa obat-obatan sumbangan Palang Merah Internasional untuk Palang Merah Indonesia, dengan menggunakan pesawat Dakota VT CLA. Pada tanggal 29 Juli 1947 waktu akan mendarat di Lapangan Terbang Maguwo, Yogyakarta, pesawat tersebut ditembaki oleh pesawat pemburu Belanda P-40 Kittyhawk sehingga jatuh dan terbakar. Marsekal Muda Adisutjipto pun gugur. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Kuncen dan kemudian pada tanggal 14 Juli 2000 dipindahkan ke Monumen Perjuangan di desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta.

3.                  Belajar dari Adisujipto
Setelah melihat riwayat hidup dan latar belakang waktu kehidupan Adisutjipto, kita dapat membayangkan bagaimana situasi dan kenyataan yang dihadapi oleh Adisutjipto pada waktu itu. Hal pertama yang kita pikirkan yakni bagaimana mungkin seorang tokoh yang beragama Katolik bisa menjadi sosok sentral dalam perjuangan kemerdekaan saat itu, khususnya di kalangan Tentara Nasional Angkatan Udara. Kita tentunya tahu bahwa penjajah yaang dihadapi bangsa ini merupakan orang – orang Belandah yang juga beragama Kristen. Dengan demikian menjadi jelas bahwa seorang yang beragana Kristen akan dianggap dan dipandang sebagai sosok penjajah atau sekurang –sekurangnya antek penjajah. Namun kita patut bangga akan seorang Adisutjipto, meskipun beliau adalah seorang Katolik beliau tetap diterima oleh bangsa ini. Tentunya ini tidak lepas dari prinsip yang dipegang oleh beliau yakni berjuang demi bangsa dan Gereja. Prisip ini pulalah yang menjadikan beliau dikenal sebagai sosok yang tenang dan sigap dalam menjalankan tugasnya.
Hal lain pula mengapa beliau diterima dengan tangan terbuka dalam usaha merebut kemerdekaan saat itu yakni adanya visi dan misi yang sama di kalangan anak bangsa, visi dan misi untuk secepatnya memperoleh dan menghirup udara kebebasan. Semangat ini pulalah yang mendorong anak bangsa untuk tidak memperdulikan latar belakang dan status sosial seseorang. Situasi dan kenyataan kelam yang dihadapi saat itu membuat anak bangsa menjadi bangsa yang senasib dan sepenanggungan. Dengan demikian di sana tidak ada lagi diskrimansi dan pembeda – bedaan kelompok. Seluruh anak bangsa bersatu padu memperjuangkan cita – cita yang sama dan luhur yakni kemerdekaan. Cita – cita inilah yang menjadikan bangsa ini itdak lagi mudah diperalat dan diadu domba oleh bangsa penjajah. Ini tentunya sangat berbeda dengan kenyataan hari – hari ini. Jika mengikuti pemberitaan di media elektronik maupun media cetak kita akan menemukan bagaimana para petinggi bangsa kita menggunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk memperjuangkan dan mengusahakan kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok serta golongan. Kepentingan bangsa yang seharusnya mereka prioritaskan dan merupakan sebab mereka dipanggil menjadi kepentingan yang kesekian yang mereka bidik setelah kepentingan pribadi dan golongan terpenuhi.
Di lain pihak, penulis juga berpikir bahwa kekatolikan yang tertanam dalam diri Adisutjipto merupakan salah satu aspek lain yang menjadikan beliau sebagai pribadi yang  memiliki rasa tanggung jawab yang besar serta setia pada hal tersebut. Hal ini dibuktikan oleh Adisutjipto dalam pengabdiannya terhadap bangsa ini. Sebagai seorang tentara Adisutjipto sadar betul akan tantangan dan resiko yang akan dihadapinya, apalagi pada saat itu ketika bangsa ini berada dalam situasi genting yang menentukan sejarahnya. Namun itu tidak membuat beliau gentar dan takut. Iman katolik yang kuat menjadikan beliau sebagai pribadi yang siap menghadapi setiap kenyataan hidup. Iman katolik yang tertanam dalam diri beliau menjadikannya sosok yang berserah kepada Tuhan. Hal ini juga tetntunya berbeda dengan kenyataan sekarang ini, di mana lebih banyak orang yang mengandalkan kekuatan dan dayanya sendiri. Apa yang menurut mereka berharga akan mereka perjuangkan dengan sekuat tenaga, meskipun itu mengorbankan sesamanya.
Sebagai anak bangsa yang lahir pada zaman ini seharusnyalah kita menjadikan Adisutjipto sebagai sosok yang patut untuk diteladani. Salah satu pelajaran penting yang dapat kita petik dan jadikan pegangan dalam hidup adalah prinsip hidup beliau yakni menjadi pejuang bagi bangsa dan Gereja. Prinsip ini sangat penting jika menilik kenyataan yang sedang kita hadapi saat ini, di mana kita hidup sebagai minoritas di tengah mayoritas. Kenyataan ini tentunya menuntut profesionalitas dari kita yakni profesinalitas dalam tugas dan keyakinan (iman). Dalam hal ini kiranya Adisutjipto menjadi acuan yang tepat bagi kita dalam mengusahakan profesionalitas sejati, hingga kelak akhirnya kita dapat menjadi seorang professional sejati yang dapat membedakan mana kepentingan bangsa dan mana kepentingan Gereja.


Komentar

Postingan Populer