BEATO GASPAR STANGASSINGER



Ungkapan “ Yang penting Kualitas, bukan Kuantitas” dapat digunakan untuk mengambarkan kehidupan seorang Beato Gaspar Stangasinger.  Hidupnya memang sangat singkat, hanya 28 tahun, namun sangat berarti bagi banyak orang yang dilyaninya. Sehingga ketika dia beatifikasi (digelari beato) oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1988, Gereja tidak hanya menyatakan kepada dunia bahwa hidup pribadi Gaspar yang sangat bernilai tetapi bahwa semua(kita Redemptoris)  adalah pribadi yang bernilai dan berarti di mata Tuhan.
Tema ini (bahwa setiap kita kita berarti dan bermakna) harus menjadi kesadaran yang menghidupi dan dihidupi oleh setiap orang (Redemptoris). Setiap pribadi penting dan berarti karena kerpribadiannya bukan berasal dari manusia tetapi karena kepribadian mereka berasal dari Allah sendiri.
Tema ini jugalah yang dihidupi dan menjadi pegangannya Gaspar muda ketika berjumpa dan bersosialisasi dengan sesamanya (khususnya orang muda). Meskipun niat awalnya bergabung dengan Redemptoris untuk menjadi misionaris, perutusan pertamanya justru adalah sebagai rektor Seminari menengah untuk membimbing dan melatih calon-calon misionaris masa depan.
Seminari tersebut berada di Durrnberg dekat Hallein. Di sini, Pater Gaspar memperlakukan dan menempatkan setiap seminaris tidak hanya sekedar sebagai formandi, tetapi lebih dari itu, bahwa mereka adalah pribadi yang berarti dan bermakna. Bagi Gaspar, orang-orang muda ini harus diperlakukan dengan baik karena mareka adalah masa depan Gereja, dan yang paling penting, di mata Allah mereka adalah pribadi yang berarti.
Gaspar Stanggasinger lahir padatahun 1871 di Berchtesgaden di Jerman Selatan, dia merupkan anak kedua dari enam belas bersaudara. Ayahnya adalah seorang petani yang juga memiliki sebuah tambang batu. Meski terlahir dari keluarga petani, Gaspar adalah sosok yang memiliki keinginan kuat untuk belajar.
Sejak usia muda, Gaspar membayangkan kehidupan dewasanya sebagai pelayan Allah dengan menjadi imam. Pada usia 10 tahun, ia kemudian memulai studinya. Selama studinya, dia dikenal sebagai sosok yang tekun dan tidak kenal menyerah. Selama studinya, ayahnya memperjelas pilihannya: belajar atau meninggalkan sekolah dan bekerja. Gaspar kemudian memilih untuk belajar dengan tekun, hasilnya, dia selalu menjadi yang terbaik di kelasnya.
Tanda awal dari panggilannya sebagai Redemptoris adalah kemampuan Gaspar muda sebagi pemimpin. Selama liburan sekolah, dia sering mengumpulkan anak-anak muda seusianya dan mengajak serta mendorong mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang memperhatikan kehidupan rohani. Setiap hari kelompok yang dibimbingnya menghadiri Ekaristi harian, mereka juga bersama-sama pergi berziarah dan memanjat gunug. Meskipun masih mudah,  Gaspar menjadi pemimpin anak-anak yang seusianya. Ketika salah seorang dari mereka berada dalam bahaya pada saat mendaki gunung, sebagai pemimpin Gaspar berani mengambil resiko untuk menyelamatkan temannya.
Pada tahun 1890, pada usia 19 tahun Gaspar masuk Seminari  Munchend dan Freising. Di tempat ini, meski pun mempunyai cita-cita menajadi imam, namun Gaspar belum mendapatkan ordo atau Kongregasi yang cocok, ia masih mencari. Setelah sebuah kunjungan ke sebuah biara Redemptoris, dia kemudian diinspirasi untuk mengikuti pangggilan para Redemptoris untuk menjadi Redemptoris. Pilhannya  untuk bergabung dengan Redemptosi untuk menjadi imam dan misionaris membuat ayahnya tidak terlalu senang. Namun pilihan Gaspar sudah bulat, pada tahun 1892 dia memulai novisiatnya di Gars. Setelah menjalani pendidikan dan formasi, dia kemudian ditahbiskan menjadi imam di Regensburg pada tahun 1895.
Sebagai imam, Gaspar muda memiliki devosi khusus pada misteri Ekristi. Dia mendorong dan mengajak semua  warga seminari termasuk semiaris yang ia tuntun untuk juga menjadikan Ekaristi sebagai fokus utama mereka dalam hidup.
Pada tahun 1899, ketika Redemptoris membuka Seminari baru di Gars, Gaspar ditugaskan  sebagai Rektor di Seminari baru ini. Dalam perutusannya yang baru ini, dia berkotabah satu kali pada  satu retret para seminaris dan berpartisipasi pada pembukaan tahun ajaran sekolah.
Pada tanggal 26 September 1899, Ptr. Gaspar meninggal dunia krena penyakit  peritonitis yang menyerangnnya.  Meskipun kehidupannya secara kuantitas  sangat singkat, namun secara kualitas Gaspar telah menunjukkan  pengbadian yang luar biasa bagi Gereja dan konggregasi dan terutama bagi Allah.  Bagi kita, Gaspar mengajarkan bahwa bukan berapa banayak kuantitas hidup yang kita miliki yang berarti, tetapi yang penting bagaiman kualitas hidup yang kita miliki. Hidup seorang Gaspar Stangssinger memang sangat singkat, hanya 28 tahun, namun hidup yang secara kuantitas sangat singkat telah diisi dengan pengabdian dan dedikasi yang luas biasa bagi ordonya dan bagi Gereja. Akhirnya, karena kita semua adalah anak-anak Allah, setiap pribadi adalah bernilai dan berarti sekarang dan selamanya.

Komentar

Postingan Populer