DIPANGGIL UNTUK DIUTUS



Semua orang beriman mendapat panggilan dasar yang sama kepada kekudusan: “jadilah kudus, sebab Aku ini kudus”, firman Tuhan (Im. 11:45. Bdk. 1 Pet 1:15-16). Hal ini diwartakan Yesus dengan kata-kata yang berbeda dalam kotbah di bukit: “Haruslah kamu sempurnah, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” (Mat 5:48). Sebagaimana Bapa di surga menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik, dan menurunkan hujan bagi orang benar dan tidak benar, Yesus mengajarkan kita untuk melakukan tindakan kasih tanpa pamrih kepada siapa saja. Dengan kata lain, jalan-jalan satu-satunya kepada kekudusan ialah jalan kasih. Semua doa dan tapa, karya bakti dan korban harus dijiwai oleh kasih dan bermuara dalam tindakan kasih. Dan karena itu, menurut Mat 25, kita semua akan dinilai dalam pengadilan akhir semata-mata atas dasar pengalaman kasih.

Di atas panggilan dasar yang sama ini, Tuhan memberikan panggilan khusus yang berbeda menurut kharisma yang dianugerahkanNya kepada setiap orang. Kebanyakan orang dipanggil kepada kekudusan dalam hidup berkeluarga. Hanya sekelompok kecil yang dipanggil mengikuti Yesus secara khusus sebagai iman atau biarawab-biarawati. Mengenai panggilan khusus murid-murid Yesus kita baca secara singkat, padat dan jelas dalam Injil Markus:
Ia memanggil orang yang dikehendakiNya dan merekapun datang  kepadaNya. Ia menetapkan dua belas orang menyertai  Dia dan untuk diutusNya memberitakan Injil dan diberiNya kuasa untuk mengusir setan (3:13b-15).

Teks ini dengan jelas menunjukkan bahwa ada dua tujuan panggilan khusus mengikuti Yesus, yaitu “untuk menyertai Dia” dan “untuk diutusNya memberitakan injil”.

Tujuan pertama dan utama ialah “menyertai Dia, “tinggal dalam Tuhan”. Pengikut Yesus hanya bisa mewartakan Dia, kalau ia lebih dahulu mengenal dan mencintaiNya. Karena itulah selama masa formasi para formandi dilatih untuk mendalami Firman Tuhan, menemui Dia dalam doa, meditasi dan kontemplasi, menjumpaiNya dalam pelayanan kasih untuk sesama, dan menyatu dengan Dia dalam sakramen-sakramen, khususnya dalam Ekaristi, jauh kemudian kita menyadari latihan khusus ini harus diperjuangkan dengan setia sepanjang hidup.
Tujuan kedua ialah “untuk diutusnya memberitakan Injil”. Murid-murid dipanggil untuk meneruskan penebusan Kristus: Agar hidupNya menjadi hidup kita dan perutusanNya perutusan kita. Iman Kristiani adalah iman personal, tetapi bukan iman individualistik.

Pada saat saya beriman kepada Tuhan yang satu, pada saat yang sama saya harus menerima tanggung jawab terhadap sesama sebagai putra-putri Bapa yang satu. Karena itulah cahaya iman yang benar dan kabar Gembira yang saya dengar harus saya teruskan kepada saudara-saudariku yang  lain.

Pengutusan disertai dengan kuasa untuk mengusir setan. “Setan” adalah nama yang dipakai Kitab Suci untuk segala kekuatan gelap yang membelenggu dan memperbudak manusia lahir batin. Dewasa ini kekuatan gelap itu terwujud dalam ketidakadilan, kebencian rasial, terorisme, perang saudara, eksploitasi seksual, human trafficking, nafsu kuasa dan keserakahan yang menyebabkan orang menindas dan menghisap sesamanya. Dengan pelbagai cara kekuasaan gelap setan itu memperbudak manusia.

Sebaliknya Allah yang kita imani adalah Allah yang membebaskan. Hal itu dinyatakan secara istimewa dalam Yesus penyelamat. Kemudian Ia pun mengutus murid-murid sebagai “agen pembebasan” bagi sesama yang menderita, supaya semua berdiri di bawa langit sebagai manusia merdeka, yang sanggup menyapa Tuhan dengan nama “Abba” dan menyapa sesama dengan nama “saudara atau saudari”.

Kedua aspek ini yaitu “Tinggal dalam Tuhan “ dan “diutus memberitakan Injil” dalam teologi disebut kontemplasi dan misi. Kontemplasi dalam artinya yang paling dalam, berarti hidup dalam keheningan kudus, dalam intimitas pribadi dengan Tuhan. Sedangkan misi berarti perutusan, membiarkan diri menjadi sarana penyelamatan dalam tangan Tuhan, agar melalui penyaksianku orang lainpun boleh bertemu dengan Tuhan dan mengalami kasihNya.

Kontemplasi dan misi, keheningan doa dan pewartaan, adalah dua aspek dari hidup Yesus. Ini juga kedua aspek yang harus ada dalam hidup kristiani dan khususnya dalam hidup membiara. Karena itu mereka yang masuk dalam biara kontemplasi  harus menjadi misionaris dalam kesunyian seperti St. Theresia Kecil yang menjadi pelindung misi. Sebaliknya, kita yang menjaadi biarwan/ti aktif dalam karya misioner, harus menghayati “contemplatio in via”(kontemplasi di jalan) seperti St. Paulus atau Fransiskus Xaverius. Kontemplasi tanpa misi cenderung menjadi sentimentalisme religius. Sebalinya, misi tanpa kontemplasi cendrung menjadi aktivisme yang kacau. Menyatu dengan Tuhan dan diutus melayani sesama adalah dua sisi dari satu panggilan yang sama bagi murid Yesus. “Tinggallah dalam Aku dan Aku di dalam kamu”, firman Tuhan. “Barang siapa tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia berbuah banyak” (Yoh. 15 :4a & 5b).


Komentar

Postingan Populer