KEMBALIKAN KEGEMBIRAAN ANAK-ANAK




Ghina Bou Hamdan adalahj salah satu peserta dari ajang pencarian bakat (the Kids Voice versi Arab). Di penampilan perdananya gadis berusia sembilan tahun itu membawakan lagu “Give us Chilhood, Give Us Peace”, sebuah lagu yang didedikasikan untuk perdamaian di tanah airnya Suriah yang sedang dilanda perang saudara. Penampilannya tidak hanya membuat keluarganya tetapi juga penonton meneteskan air mata.
Tangisan kesedihan membuatnya hampir tidak bisa menyelesaikan nomor lagu tersebut. Nancy Ajram salah satu dari tiga juri kemudian berlari ke Panggung, merangkul dan  mendorongnya untuk menyelesaikan lagu tersebut.  Video ini kemudian diposting di Youtube dan telah ditontong oleh jutaan.
Lagu yang dinyanyikan pertama kali oleh penyanyi Lebanon Remi Bandali menggambarkan situasi penderitaan dan kesengasaraan yang dialami oleh anak-anak Lebanon ketika terjadi perang saudara antara tahun 1975 dan 1990. Dalam perang ini diperkiran ada sekitar 120.000 warga yang menjadi korba. Sedangkan di Suriah sendiri, tanah kelahiran Ghina Hamdan, hinga Oktober 2015,dilaporkan lebih dari 250.000 orang telah tewas akibat perang saudara, termasuk 12.517 anak-anak.
Lewat lagu ini, Remi Bandali 36 tahun yang lalu dan (kemudian) Juga Ghina Hamdan menyeruhkan kepada dunia bawa mereka hanya anak-anak yang ingin bermain. Perang saudara yang berkecamuk di negara mereka membuat kesempatan emas itu telah hilang. Lewat lagu ini Remi dan Ghina mewakili anak-anak seusianya meminta dan memohon agar masa anak-anak mereka yang penuh tawa dan canda dikembalikan.
Hemat saya, pengalaman anak-anak yang tidak lagi memiliki kesempataan untuk bermain dan tertawa bersama teman-teman mereka juga terjadi di sekitar kita saat ini. Pengembangan kota disertai pembangunan gedung-gedung baru telah menyebabkan anak-anak kehilangan ruang-ruang umum untuk bermain. Atas nama pembangunan dan pengembangan kota, tempat-tempat yang dulunya sering dijadikan tempat berkumpul bersama kini telah berganti menjadi lokasi perkantoran dan pertokoan. Lapangan-lapangan yang dulunya menghijau kini telah berganti dengan gedung bertingkat.  
Kompas hari ini (Minggu, 20 Maret 2016) menyoroti pembangunan hotel dan apartemen yang luar biasa di Jogja. Pembangunan ini mendapat protes dari  masyarakat karena menyebabkan sumur mereka menjadi kering. Saya peribadi melihat, pembangunan seperti ini tidak hanya menyebakan sumur yang  kering, tetapi juga tempat-tempat umum yang biasanya dipakai oleh anak-anak untuk bermain  menjadi kering. Ya, anak-anak menjadi kesulitan untuk mendapatkan lahan untuk bermain guna mengekspresikan kegembiraan dan kesengan mereka. Padahal, seumpama air yang menjadi kebutuhan pokok manusia, bermainan adalah juga salah satu kebutuhan anak-anak yang tidak bisa diabaikan.
Anak-anak hari ini berbeda dengan  generasi 80/90-an. Pada masa itu, bermain ban bekas, gasing, kelereng, gambar, karet dan dll, adalah permainan yang digandrungi pada masa itu. Bagi anak-anak pada masa itu, sulit sekali melewati siang hingga sore tanpa berkumpul dan bermain bersama. Lapangan-lapangan dan lahan-lahan kosong tidak pernah sepi dari aktivitas anak-anak, sebaliknya tempat-tempat itu selalu penuh dengan anak-anak.
Situasi seperti itu sangat sulit ditemukan hari-hari ini. Pembangunan dan perkembangan kota yang luar biasa telah merampas kesempatan anak-anak untuk berkumpul dan bermain bersama. Kesempatan- tersebut menjadi kian sulit diulang dan didapatkan oleh anak akibat merebaknya kekerasan yang terjadi pada mereka. Kasus Angeline yang diduga dibunuh oleh ibu angkatnya adalah salah satu dari banyak kasus yang menggambarkan bagaimana anak-anak belum benar-benar bebas untuk menikmati masa kanak-kanak mereka. Masa yang anak-anak yang seharusnya disi dengan canda dan tawa bahagia kini menjadi sulit didapatkan.
Hal ini menjadi tantangan bagi kita semua. Kemajuan dan pembangunan memang tidak bisa dielakkan, namun harus dingat bahwa kemajuan yang tercipta berkat pembangunan tersebut tidak akan berarti apa-apa jika mengabaikan pembanguna manusia itu sendiri. Kemajuan suatu bangsa tidak hanya ditandai dengan bangunan-bangunan pencakar langit tetapi juga harus disertai dengan pembangunan dan kemajuan sumber daya manusianya yang dimulai dari anak-anak. Ana-anak harus diberi perhatian lebih, karena di tangan merekalah masa depan bangsa ini terletak. pengabaian terhadap mereka adalah awal dari kehancuran bangsa ini.


Komentar

Postingan Populer