BEBERAPA PEMIKIRAN DAN ISTILAH DALAM KRISTOLOGI (-TRINITAS)





            Di bagian ini kita akan melihat beberapa aliran-aliran pemikiran yang kebanyakan menjadi perdebatan dalam perjalanan sejarah Gereja. Aliran-aliran pemikiran ini pada dasarnya berkutat pada tema kristologi, pun dalam kaitannya dengan refleksi teologis akan Allah Tritunggal, karena itu kita akan melihatnya untuk membantu kita memahami ajaran iman Gereja akan Allah. Dengan mempelajari apa yang ditolak Gereja, kita terbantu mengenali apa yang diterima dan diimani Gereja. Selain itu, kita ingat akan salah satu pandangan Joseph Ratzinger ketika mengatakan bahwa krisis Gereja dan krisis teologi dewasa ini adalah krisis kristologi, munculnya refleksi akan Yesus Kristus yang dipengaruhi oleh pandangan Arianisme dan Nestorianisme. Dari sini kita mengerti bahwa pemikiran-pemikiran kristologis yang ada dewasa ini boleh jadi bisa memiliki jejak atau pengaruh yang dekat dengan pemikiran-pemikiran kontroversial yang ditolak Gereja lewat konsili-konsili awal Gereja. Namun di sini juga akan kita lihat aliran-aliran yang muncul kurang lebih di awal-awal abad pertengahan, tidak saja dari apa yang ada di abad-abad awal Gereja.
            Selain itu kita juga akan melihat beberapa istilah. Memang beberapa istilah itu tidak sangat dan selalu terkait dengan aliran-aliran pemikiran kontroversial yang dimaksudkan di sini, namun istilah tersebut kiranya akan membantu kita tidak saja untuk lebih bisa memahami pemikiran kontroversial tersebut, tetapi juga membantuk untuk mengerti secara lebih jelas ajaran Gereja tentang Yesus Kristus Allah-Manusia. Bisa jadi istilah-istilah tersebut tidak akan disinggung secara langsung dalam diktat maupun dalam penjelasan kuliah, tetapi tetap saja dicantumkan di sini dengan harapan membantu lebih memahami persoalan kristologi.
              
            Selamat mempelajari.

Nb. Pembahasan aliran-aliran ini tidak secara kronologi historis, namun alfabetis.
-----

  1. Adoptianisme: aliran yang dipengaruhi oleh gagasan ebionitisme dan monarkianisme ini muncul terutama di Spanyol di abad 8. Konteks pengaruh Islam di Spanyol ketika itu ikut melatarbelakangi pemikiran ini, bahwa Allah tidak mungkin punya anak. Intinya, Yesus Kristus diangkat (adopsi) oleh Allah sebagai anak (ND 638). Yesus hanyalah manusia biasa, namun mendapat perlakuan khusus dari Allah, dengan diangkat sebagai anak. Paham ini  tidak menerima inkarnasi, karena hendak setia pada paham monoteisme. 
  2. Albigensianisme: aliran ini muncul pertama kali di Perancis selatan, kawasan Albi, di abad 12. Intinya, memahami penebusan sebagai pembebasan jiwa dari daging, sebab daging, yang badani, itu adalah tempat hadirnya kejahatan. Karenanya mereka menolak inkarnasi, sakramen dan kebangkitan badan. Kebanyakan pengikut  aliran ini menolak perkawinan dan hidup dalam mati raga yang keras. Aliran ini di tahun 1215 dikutuk oleh konsili Lateran (ND 19-21).
  3. Anakephalaiosis (: rekapitulasi, merangkum): istilah yang mengacu pada pemahaman bahwa Kristus menyatukan segala sesuatu dalam alam semesta ini (lih Ef 1, 10). Dari ini dihadirkan, terlebih oleh Ireneus (ca 130-200), Kristus sebagai kepala Gereja dan semesta, yang menggenapi rencana Allah dalam penciptaan dan sejarah keselamatan. Gagasan kristosentris ini berangkat dari pemahaman akan penjelmaan untuk pemulihan ciptaan, sehingga dalam Kristus sebagai kepala seluruh alam ciptaan dikembalikan pada keadaan semula saat Allah menciptakan.
  4. Aphthartodocetisme (: tak bernoda, seolah-olah) : aliran yang dipengaruhi oleh monophysitisme, yang mengatakan bahwa sejak awal mula inkarnasi tubuh Kristus itu abadi dan tak bernoda, namun Dia menerima dengan rela penderitaan.
  5. Apollinarianisme: sebuah pemikiran dari uskup Laodicea, Apollinarius (ca 310-390), yang karena bermaksud membela keilahian penuh Yesus berhadapan dengan Arianisme, malahan lalu melemahkan  kemanusiaan penuh Yesus, dengan mengatakan bahwa Yesus tidak memiliki jiwa rasional (rational soul), karena digantikan oleh logos ilahi (ND 13). Dia lalu memberi rumus yang sangat ketat akan kesatuan diri Kristus dengan mengatakan Dia yang menjelma berkodratkan logos. Kodrat-Nya adalah logos Ilahi, yang hadir dalam tubuh insani. Karena tubuh insani itu rapuh dan tidak sempurna, maka karenanya tidak layak logos Ilahi itu berkodrat insani.
  6. Apropriasi (: menjadikan milik seseorang): meletakkan tindakan atau sifat Ilahi dari ketiga Pribadi Ilahi hanya pada salah satu dari mereka: penciptaan oleh Bapa, penebusan oleh Putera dan pengudusan oleh Roh Kudus. ND 325. Pembedaan ketiga Pribadi Ilahi menjadi terlalu ditekankan dan dipisah-pisahkan.    
  7. Arianisme: sebuah pemikiran yang dikutuk oleh konsili Nicea I (325), dikembangkan oleh Arius (ca 250-336), yang menyatakan bahwa Allah Putera tidak sungguh ada dan karenanya tidak berkodrat Ilahi namun hanya ‘primus inter pares’, yang pertama dari antara semua ciptaan lain. Pemikiran dua kodrat menurut gagasan ini bisa mendorong pada gagasan akan keberadaan Allah yang sifatnya material, jasmani. Putera Allah baginya adalah ciptaan pertama, yang karenanya memiliki daya Ilahi, sehingga lalu, pun karena tindakan ketaatan-Nya, mendapatkan sebutan penghormatan sebagai Tuhan, betapapun bukan Allah.
  8. Binitarianisme: berangkat dari beberapa ungkapan Kitab Suci yang hanya menyebut Bapa dan Putera, lalu hanya memandang adanya 2 pribadi Ilahi, karenanya menyangkal peran dan keberadaan Roh Kudus juga sebagai pribadi Ilahi.  
  9. Consubstansiasi: berbicara tentang kesatuan dan kesamaan substansi atau hakekat
  10. Docetisme (: tampak) : paham ini memandang bahwa Allah Putra hanyalah seolah-olah menjadi manusia. Tubuh Kristus adalah surgawi, kebertubuhan insaninya hanyalah seolah-olah, tidak sungguh-sungguh. Tentang penderitaan dan wafat Yesus, dikatakannya, orang lainlah yang menderita, bukan Yesus Kristus, sebab Dia tidak bisa menderita. Logos ilahi, yang tidak mungkin bisa menderita dan mati, tidak bisa menyatu dengan tubuh manusiawi.
  11. Dyotheletisme (: dua kehendak): ajaran yang menyatakan akan adanya dua kehendak dalam diri Kristus, terkait dengan dua kodrat dalam Diri-Nya. Betapapun berbeda dan terpisah, kehendak Ilahi dan insani dalam Diri-Nya terpadu secara utuh (ND 635-637)
  12. Ebionitisme (: orang miskin): aliran ini tumbuh di antara kelompok asketik Kristiani abad 1-2, yang memandang bahwa Yesus sepenuhnya adalah manusia, anak Maria dan Yoseph, hanya kemudian Roh Kudus turun atas-Nya saat pembaptisan.  Aliran ini sangat menghargai santo Yakobus, namun menolak Paulus. Pemikiran ini menganut paham dualistik.
  13. Eunomianisme: pemikiran yang dikemukakan oleh uskup Cyzicus, Eunomius († 395). Dia mengatakan bahwa Allah tidak dijadikan, sepenuhnya sederhana (simple) dan substansi yang dapat dikenali. Dari sini dia memandang Putera sebagai ciptaan pertama Bapa, dan Roh Kudus kemudian diciptakan oleh Putera.
  14. Eutychianisme: aliran dari Eutyches (ca 378-454), pemimpin biara di Konstantinopel). Dia dianggap hanya mengakui satu kodrat (physis) dalam diri Kristus yang menjelma, karenanya menyangkal kodrat insani Yesus.   
  15. Homoousios (satu hakekat, consubstansialis): istilah yang melekat pada diri Kristus dan menjadi bagian dari kredo Nicea  (325) pertama-tama dimaksudkan untuk melawan Arianisme. Istilah ini menyebut tentang kesatuan identitas essential  antara Bapa dengan Putera, karenanya sama dan martabat serta hakekat: sehakekat dengan Bapa. Yesus Kristus sama hakekat dengan Allah Bapa, dalam kodrat Ilahi yang sama. Hakekat (ousia) Ilahi tersebut tunggal, tak bisa terbagi namun bisa terbedakan dalam hypostasis. Terkait pandangan ini ada pula gagasan semi-Arianisme dari George dari Laodicea yang mengatakan homo-i-ousios, yang menyebut adanya kemiripan (similar) hakekat antara Bapa dan Putera. Pandangan ini kemudian dilanjutkan oleh gagasan dari uskup Acacius dari Caesaria († 366) yang mencoba mempertemukan antara kaum semi-Arianisme dengan pengikut Nicaa I. Dia memakai istilah homoeans (: mirip), bahwa Putera dalam segala hal ‘mirip’ dengan Bapa, karenanya lebih rendah daripada Bapa.
  16. Hypostasis (: hakekat, substansi, persona, ada di dalamnya) : Berbicara tentang kodrat hakiki yang menggambarkan atau mewujudkan sesuatu (lih Ibr 1,3), sehingga menyebutkan tentang eksistensi yang berbeda. Dari sini Gereja merumuskan tentang Allah sebagai tiga hypostasis (persona) yang ambil bagian dalam satu hakekat (substance) atau kodrat; Kristus sebagai satu hakekat atau Pribadi dengan dua kodrat: adanya kesatuan utuh dan penuh antara kodrat Ilahi dan insani dalam diri Yesus Kristus. ND 7-8, 613-616, 620/1, 606/1-12, 614-615. ) Di sini kita bisa mengenal istilah lain pula: Anhypostasis (: tanpa/tidak hypostasis), yang mengatakan bahwa betapapun kodrat insani Yesus itu utuh, namun tidak hadir penuh dalam Yesus manusia, melainkan dalam logos ilahi. Berkebalikan dengan ini adalah enhypostasis (: dalam pribadi). Ajaran tentang kepenuhan kodrat insani Yesus Kristus, sebagai suatu hypostasis sabda Ilahi. Istilah ini dikemukakan oleh Leontius dari Yerusalem (abad 6) untuk memperjelas dan mempertegas ajaran Chalcedon tentang dua kodrat Kristus dan karenanya membela kemanusiaan penuh Yesus dan membantah pandangan tentang kemanusiaan Yesus yang ‘berpakaian’ keilahian, atau logos Ilahi yang seolah-olah dan tampak dalam wujud kemanusiaan. Tindakan dalam diri Yesus Kristus karenanya adalah insani namun pula ilahi, kebebasan manusiawi-Nya utuh dan sekaligus terkait serta terpadu dengan logos ilahi dalam diri-Nya. Dalam keutuhan dan kepenuhan masing-masing kodrat dalam diri Yesus itulah, maka Dia bisa dan layak menjadi perantara. Dia adalah kepenuhan ‘pemberian diri’ Allah kepada manusia, sekaligus kepenuhan ‘penyerahan diri’ manusia kepada Allah. 
Cat: kata Hypostasis sendiri berkonotasi makna sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Kata itu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, maka lalu dipakai kata substantia dan ‘persona’ (prosopon, Yun.), pribadi. Kata persona pada mulanya berarti ‘topeng’, yang hendak menunjukkan suatu keunikan atau kekhasan. Di tengah segala kerumitan pengistilahan tersebut tetaplah yang hendak dikatakan adalah bahwa dalam Kristus kemanusiaan dan keallahan bertemu, bersatu pada dalam satu subjek.
  1. Modalisme (: aspek, wajah): aliran pemikiran yang menekankan kesatuan Ilahi, sehingga lalu menegaskan bahwa Bapa, Putera dan Roh Kudus hanyalah pembedaan yang dibuat oleh pikiran manusia dan padahal Trinitas tidak bicara tentang perbedaan pribadi. Ketiganya hanyalah tiga cara atau tiga pewujudan, atau tiga cara menampakkan diri, sesuatu yang hanya tampak dari luar saja, di mana Allah yang satu mewahyukan diri dan bertindak dalam ciptaan serta penebusan (ND 13)
  2. Monarchianisme (: satu prinsip): pemikiran ini terlalu memberi tekanan akan kesatuan (arche) Allah sehingga menyangkal Putera Ilahi sebagai pribadi/Ada yang berbeda. Mereka memandang Yesus yang Ilahi hanyalah dalam arti dinamisme (Yun: daya/kuasa) Ilahi yang turun atas-Nya atau karena mengangkat-Nya (adopsi). Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah penampakan dari keallahan yang abstrak dan transendens. Kaum monarchis modalistis mereduksi Trinitas hanya sebagai perbedaan cara Allah menyatakan Diri dan berkarya.
  3. Monoenergisme (: satu aktivitas): aliran abad 7 ini sebenarnya mencoba memadukan antara bidaah monophysitisme dengan ajaran resmi Chalcedon, dengan mengajukan gagasan bahwa hanya ada satu bentuk aktivitas Yesus, yaitu energi Ilahi.
  4. Monophysitisme (: satu kodrat): gagasan heretik ini menentang pandangan akan dalam diri Kristus ada satu pribadi dengan dua kodrat (ND 613-616). Inkarnasi diartikan baik kesatuan (fusion) keilahian dan kemanusiaan Kristus ke dalam kodrat (physis) ketiga atau  perpaduan (absorption) kodrat insanian-Nya ke dalam kodrat Ilahi bagai menetesnya air ke dalam lautan.
  5. Monotheletisme (: satu kehendak): Kristus, betapapun memiliki kodrat insani, namun tidak memiliki/membutuhkan kehendak manusiawi, sebab hanya memiliki satu kehendak Ilahi saja. ND 635-637)
  6. Nestorianisme: pemikiran yang dikutuk Gereja dalam konsili Efesus (431) yang memandang bahwa dalam diri Kristus ada dua pribadi berbeda: ilahi dan insani. Perbedaan itu terkait satu sama lain sebagai kesatuan pewujudan  kasih, atau kesatuan moral. Logos Ilahi hadir dalam manusia Yesus, hanya bagaikan ‘tinggal dalam bait suci’. Diawali oleh Nestorius († ca 451) ditolaknya pula gelar Maria theotokos (Bunda Allah), sebab dipandang bertentangan dengan paham perbedaan keilahian dan keinsanian Yesus Kristus. Dia mencoba menghindari adanya pencampur-adukan antara yang ilahi dan manusiawi, karenanya lalu ada dua kodrat dan dua hypostasis (substansi, persona) dalam diri Yesus Kristus.
  7. Ousia (substansi, essensi): istilah ini dipakai dalam konsili Nicea (325) tentang satu kodrat Ilahi dalam diri Bapa, Putera dan Roh Kudus (ND 7-8, 12-13, 620/1).
  8. Patripassianisme (: penderitaan Bapa: passio patris): gagasan yang dipengaruhi oleh pandangan monarchianisme ini memandang bahwa Bapa adalah yang lahir dan menderita di salib. Ketiga Pribadi Ilahi hanyalah perbedaan cara ‘penampilan’, Bapa dan Putera adalah satu dan sama, maka dalam Putera yang lahir dan menderita adalah Bapa yang lahir dan menderita.
  9. Perichoresis (: saling meresap/meliputi satu sama lain): memahami ketakterpisahan secara penuh antara kodrat ilahi dan insani Kristus, yang betapapun tak melebur dan bisa terbedakan satu sama lain, keduanya terpadu utuh tanpa terpisahkan dan terbagi (ND 301-3, 323)
  10. Pneumatomachian: menyangkal keilahian Roh Kudus, memandang itu hanyalah dibuat dalam gagasan manusia belaka.
  11. Sabellianisme: Gagasan dari Sabellius (abad 4), pengikut patripassianisme, yang gagasannya dipengaruhi oleh modalisme, yang menentang gagasan spekulatif tentang hypostasis. Dikatakannya, Allah dalam Perjanjian Lama disebut Bapa, lewat inkarnasi disebut Putera dan dalam  jemaat apostolis dikatakan sebagai Roh Kudus.
  12. Spiration: ‘penghembusan’ atau turunnya Roh Kudus, dari Bapa melalui Putra
  13. Subordinationisme: pemikiran bicara tentang status Putera yang lebih rendah dibandingan Bapa, dan status Roh Kudus yang dibandingkan Bapa dan Putera lebih rendah. ND 12. Maka ada tingkat-tingkatan dalam diri ketiga Pribadi Ilahi. Allah Bapa adalah Allah yang sungguh-sungguh dan penuh, yang lain lebih rendah, karenanya bukan Allah dalam arti penuh pula. Karenanya tidak ada homoousios antara ketiga Pribadi Ilahi, kedua Pribadi Ilahi lain hanya ambil bagian dalam daya Ilahi Bapa. 
  14. Triteisme: paham akan tiga Allah yang sering dipakai untuk menafsirkan Trinitas.
  15. Unitarianisme: pandangan yang menolak keilahian Putera dan Roh Kudus dan membela secara ketat monoteisme, hanya mengakui satu pribadi ilahi. Trinitas disangkal.  


Sumber:
O’Collins, Gerald & Edward Farrugia, A Concise Dictionary of Theology, New York, Paulist, 2000
Vorgrimler, Herbert, Neues theologisches Wörterbuch, Freiburg, Herder, 2000
Kelly, JND., Early Christian Doctrines, San Francisco, Harper, 1978

Komentar

  1. Ulangan 6 : 4 dalam teks Ibrani yang dikutip oleh Yeshua ( nama Ibrani Yesus dengan penulisan ישוע ) dalam Markus 10 : 27 sebagai jawaban atas pertanyaan dari seorang ahli Torah ( Soferim/ ספרים ) tentang hukum mana yang paling utama

    Teks Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. "

    Dibaca, " Shema Yisrael: YHWH ( Adonai ) Eloheinu, YHWH ( Adonai ) ekhad. " 🕎✡️🐟✝️🕊️📖🇮🇱

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer