In Memoriam P. Paul Hasler, CSsR




Seorang Redemptoris adalah seorang Misionaris sejati yang siap menerima tugas perutusan konggregasi sebagai bentuk penyerahan diri yang total kepada Kristus Sang Penebus Mahakudus.  Seorang Redemptoris sejati adalah mata hati bagi sesama, daya tumbuh bagi iman dan daya hidup bagi kemanusiaan yang berpayung dalam komunitasnya. Ke mana ia melangkahkan kakinya, daya Sabda Allahlah yang menghidupinya. Sekecil apapun tugas dan perutusan yang diterimanya sebagai seorang Redemptoris, jejak dari perutusan itu akan senantisasa dingat dan dikenang oleh mereka yang pernah disapa dengan tutur kata dan tindakan. Kali ini akan mengangakat kisa seorang Redemptoris yang baru saja dipanggil Bapa di Surga beberapa tahun yang lalu, beliau adalah almarhum P. Paul Hasler, CSsR.
P. Paul demikian biasa disapa lahir pada tanggal 29 Mei 1937 di Hallgrund, Jerman. Ia masuk dalam Konggregasi Redemptoris dan mengikrarkam kaul pertama di kota Trier pada tanggal 25 Maret 1960. Setelah menempuh studi selama tiga tahun ia kemudian mengikrarkan kaul kekal pada tanggal 25 Maret 1963 di kota Geistingen. Dua tahun kemudian, yakni pada tanggal 2 Agustus 1965 ia ditahbiskan menjadi imam di kota yang sama. Wujud dari cinta dan kesetiaanya dalam menghayati spirtualitas Redemptoris ia tuangkan dengan mengabdikan diri bagi pewartaan Injil dengan penuh ketulusan dan ketaatan. Berkat semangat dan kesetiaannya itulah, ia kemudian terpilih dan menerima tugas perutusan yang baru sebagai misionaris di tanah marapu yakni tanah Sumba. P. Paul tiba di Indonesia pada tanggal 6 Januari 1967 melalui pelabuham Tanjung Periok, darii situ beliau berangkat ke Sumba dan tiba pada tanggal 27 Januari 1679. Setila sampai di Sumba Beliau tidak memilki waktu lama untuk mempersiapkan diri untuk menguasai dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Setelah megiluti kursus bahasa Indonesia, tiga bulam kemudian beliau langsung mendapatkan tugas perutusan. Tugas pertama yang diembaninya waktu itu adalah menjadi Pastor Pembantu di Seminari Pada Dita waingapu. Di sini beliau betugas hanya beberap bulan yakni dari tanggal 23 Agustus 1967 – 15 Desember 1967. Beberapa bulan kemudian yakni pada bulan April - 20 November beliau ditugaskan menjadi pejabat sementara Pastor Paroki Weetebula. Rupanya tahun-tahun awal beliau di Sumba lebih banyak dihabiskan untuk menangani paroki-paroki yang tersebar di Sumba, ini terbukti, karena pada tanggal 20 November 1968 - 27 September 1970 beliau menjadi Pastor Paroki Lewa/Langgaliru. Dari Lewa/Langgaliru belaiu dipindahkan lagi ke Paroki Weetebula, di Paroki ini beliau menjadi pastor paroki dalm kurun waktu yang cukup lama yakni dari tanggal 27 September 1970– 1 September 1991.
Selama hidupnya beliau tidak hanya ditugaskan untuk menangani paroki, tetapi juga menangani lembaga pendidikan, yakni menjadi Socius bagi para ftrater si Wisma Sang Penebus Yogyakarta. Beliau menjadi Socius kurang lebih selama tiga tahun yakni dari tanggal 1 September- 1 Maret 1993, kemudian beliu manjalani tahun sabatikal di Jerman selama satu tahun yalni dari bulang Maret 1993 – Agustus 1994. Selama menjalani tahun sabatikal beliai juga memanfaatkan kesempatan yang ada untuk mengikuti kursus persiapan menjadi pembibmbing retret, kelak ini menjadi tugas terakhirnya. Sekembalinya dari Jerman beliau langsung ditugaskan menjadi direktur Rumah Retret St. Alfonsus Weetebula. Beliau bertugas sebagai direktur rumah retet higga tahun 2005. Selama menjadi direktur dan pembimbing ret-ret di Rumah retret beliau juga membantu pelayanan orang sakit di Rumah Sakit Karitas Weetebula dengan cara memberi dan melayani sakramen minyak suci. Lokasi rumah sakit yang bersampingan dengan rumah retret membuat beliau mudah dihubungi, selain memberi pelayanan sakramen beliau juga rajin mengunjungi pasien yang terbaring lemah dirumah sakit, pada kesempatan tersebut beliau akan mendoakan dan menghibur pasien pasien tersebut. Hal yang sama juga dialami secara langsung oleh penulis. Pernah suatu waktu,  ketika duduk di bangku sekolah penulis diopname di rumah sakit Karitas, selama diopname penulis sering dukunjungi oleh beliau, sebagai anak yang masih kecil, beliau hanya mengusap dahi penulis sambil  berucap “cepat sembuh ya” atau ”bagaiman keadaanmu”. Kata-kata yang sederhana, tetapi memberi yang penghiburan yang sangat besar bagi para pasien, apalagi kata-kata tersebut diucapkan oleh seorang imam.
Selain menjadi direktur rumah retret beiau juga diangkat menjadi Superior komunitas Weetebula. Beliau menjadi superior selam dua kali, yang pertama yakni dari tanggal 9 Maret 1994 – 20 Oktober 1999 dan yang kedua yakni dari tanngal 3 Agustus 2005 – 26 Maret. Selama menjadi Superior beliu tetap menjadi staf rumah retret. Tugas inilah yang diembani oleh beliau hingga kembali ke pangkuan Bapa di Surga. Beliau meninggal pada tanggal 26 Maret 2011 di Rumah Retret St. Alfonsus Weetebula pada usia 74 tahun. Selama hidupnya beliau dikenal sebagai seorang karismatik dan pendoa uung. Selamat jalam Pater, doakanlah kami yang berziarah di dunia ini!


Komentar

Postingan Populer