Resensi Film: Five Minarets in New York



Resensi Film
Judul Film                                          : Five Minarets in New York
Sutradara                                           : Mahsun Kirmizigül
Skenario/Cerita                                 : Mahsun Kirmizigül
Pemeran                                             : Haluk Bilginer, Danny Glover and Gina Gershon

Aksi terorisme di Amerika yang meruntuhkan gedung World Trade Center pada tanggal 11 September 2001 memberi dampak besar bagi warga Amerika bahkan dunia. Dampak dari aksi teror yang bisa dirasakan sampai sekarang adalah timbulnya kecurigaan terhadap Islam baik di Amerika bahkan sampai dunia. Peristiwa tersebut juga menyebabkan hubungan antar agama semakin memburuk dan saling mencurigai. Rasa saling mencurigai antar kelompok Muslim dan Kristen sampai sekarang masih sangat terasa. Orang-orang yang memiliki identitas dan penampilan Muslim akan sulit untuk berkunjung ke negara-negara barat. Peristiwa tersebut mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis antara kedua belah pihak, sehingga muncul kecurigaan-kecurigaan yang berdampak terhadap faktor sosial, ekonomi, bahkan geopolitik. Masing-masing negara maupun dari Tmur Tengah atau Amerika cenderung saling mencurigai.  
Pandangan buruk dan kecurigaan terhadap Islam perlu untuk diluruskan dan dirubah. Dalam satu sisi, kewaspadaan terhadap terorisme memang diperlukan namun hendaknya tidak menimbulkan kecurigaan secara berlebihan yang akhirnya akan merusak keharmonisan sebuah hubungan kehidupan sosial manusia. Ketakutan terhadap Islam harus dirubah misalnya dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Karena tidak semua orang Muslim menyetujui aksi-aksi terorisme. Kerjasama yang terbangun dapat mempersempit gerak aksi teroris, di mana kecurigaan terhadap pemeluk Islam maupun yang beratribut Islam memudar. Dendam terkadang menjadi pemicu  yang kuat untuk melakukan tindakan-tindakan teror maupun tindakan mencurigai dan menyakiti. Oleh sebab itu, setiap manusia harus ditanamkan untuk tidak memiliki rasa dendam.
Salah satu contoh film yang menggambarkan kejadian seperti di atas adalah film “Five Minarets In New York”. Film ini menceritakan tentang perburuan teroris oleh kepolisian Turki dan FBI. Dengan agen-agen anti teror dunia-nya FBI telah menangkap seorang target yang dituduh telah mendalangi berbagai teror di dunia, mereka memberi nama kode ‘Dajjal’. Belakangan di ketahui bahwa orang yang ditangkap adalah seorang imigran dari Turki yang bernama Hadji Gumus. Hadji Gumus adalah anggota dari perkumpulan minoritas Muslim yang ada di Amerika. Dia ditangkap di rumahnya ketika sedang menjalankan Ibadah Sholat. Hadji ditahan di sebuah penjara di New York, Amerika sementara belum dijemput dari pemerintahan Turki.
Dinas kepolisian Turki memberi tugas pada Firat dan Acar, keduanya adalah polisi terbaik di jajaran kepolisian Turki yang tergabung dalam kesatuan anti teror Istanbul. Firat dan Acar ditugaskan ke Amerika untuk menjemput dan membawa Hadji kembali ke Turki untuk di adili. Pemerintah dan kepolisoan Turki menganggap Hadji sebagai sosok yang bertanggung jawab atas beberapa rangkaian peristiwa teror atas nama agama yang terjadi di Turki. Hadji dituduh berperan penting sebagai sosok yang menyokong gerakan terorisme. Selain menjalankan misi negara untuk menjemput buronan teroris, polisi yang bernama Firat ternyata memiliki misi pribadi saat menjemput Hadji Gumus. Benarkah Haji Gumus pelaku aksi terorisme?
Dalam perjalanan waktu, setelah melalui rentetan penyelidikan yang panjang, Hadji Gumus membuktikan bahwa dia bukanlah pelaku teroris seperti yang dituduhkan oleh kepolisian Turki dan kepolisan Amerika, dalam hal ini FBI. Pada akhirnya, diketahui bahwa dalang dari semua ini adalah Firat. Dialah yang mengatur semua skenario, mulai dari tuduhan terhadap Hadji sebagai teroris hingga pada penangkapannya. Setelah pihak kepolisian Turki melakukan penyelidikan yang seksama, diketahui bahwa Firat melakukan semua itu disebabkan oleh dendam pribadi. Hadji dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian ayahnya. Usaha Firat juga tidak lepas dari hasutan sang kakek. Dialah yang terus mendorong Firat. Pada akhirnya, Hadji membuktikan bahwa dia bukanlah pelakunya.
Film ini juga di bumbui dengan romantika keluarga Hadji, mulai dari fenomena bahwa istri hadji adalah non muslim. Keluarga Hadji yang ternyata tidak semuanya muslim menjelaskan bahwa Hadji sebagai tokoh yang sangat taat terhadap agamanya memiliki pemikiran yang moderat dan bertoleransi tinggi terhadap kepercayaan dan agama lain, hal ini dibuktikan atau terbukti dengan sikap Hadji yang beristrikaan seorang Kristen. Adengan Hadji bertemu kembali dengan Ibu kandungnya di kampung halaman dan juga kisah balas dendam oleh keluarga Firat kepada keluarga Hadji atas kejadian masa lalu yang dilakukan kakak Hadji merupakan beberapa adegan lain dari film ini yang sangat menyentuh. Di sini Hadji memenuhi nubuatnya sendiri bahwa dia akan beristrahat dengan tenang setelah berjmupa dengan ibunya. Hadji tewas ditembak oleh kakek dari Firat.
Menyaksikan film ini, kita akan sadar  bahwa setiap pribadi diciptakan oleh Tuhan dengan kekhasan dan keunikan yang tak mungkin kita selami dan pahami, serta bahwa agama setiap orang hanyalah kendaraan untuk sampai pada Tuhan yang satu dan sama. Dengan demikian kita tidak dapat menghakimi orang lain melalui agama dan kepercayaanya. Melalui film ini kita diajak untuk melihat orang lain sebagai pribadi yang integral dan tidak hanya sebatas pada agama, suku dan ras. Kisah Hadji yang dengan tenang dan sabar menjalani setiap pemeriksaan meskipun ia tidak bersalah, mengajarkan bahwa pada akhirnya kebaikan akan tetap menang, dan bahwa kebenaran akan memberi rasa tenang untuk menghadapi setiap persoalan yang datang.
Dalam film ini terdapat beberapa kisah yang jika diperhatikan oleh penonton secara seksama akan menjatuhkan karakter dari tokoh dan film ini sendiri. Salah satu dari adegan tersebut adalah ketika Maria yang mencoba mengelus dahi suaminya akibat disiksa oleh dua tentara dengan air liur. Hal ini tentunya sangata aneh, karena terjadi di negara yang maju seperti Amerika, dan ini dilakukan oleh seorang yang sudah memeluk agama, dengan demikian sang istri sudah menaruh harapan pada kepercayaan mistis, seperti menyembuhkan luka dengan  air liur.
Lepas dari semua itu penulis naskah sekaligus sutradara, Mahsun Kirmizigül telah berhasil membawa penonton untuk membangun kesadaran dan pemahaman yang baru dalam konsep kehidupan beragama yang lebih toleran dan harmonis. Melalui film ini, kita diajak untuk untuk mengubah persepsi yang keliru, persepsi yang selama ini menganggap agama lain sebagai biang kejahatan dan sumber dari berbagai peristiwa teror. Di lain pihak, lewat film ini juga kita disadarkan bahwa agama lainpun mengajarkan nilai-nilai luhur yang menjunjung tinggi keluhuran martabat manusia kepada para pengikutnya, dan ini kita saksikan dalam sosok Hadji Gumus, seorang Muslim demokratis yang sangat taat menjalankan ajaran agamanya.
Marcelinus Ledu Ngaba (3327)

Komentar

Postingan Populer