Resensi Film: Five Minarets in New York
Resensi Film
Judul Film :
Five
Minarets in New York
Aksi terorisme di Amerika yang
meruntuhkan gedung World Trade Center pada tanggal 11 September 2001 memberi
dampak besar bagi warga Amerika bahkan dunia. Dampak dari aksi teror yang bisa
dirasakan sampai sekarang adalah timbulnya kecurigaan terhadap Islam baik di
Amerika bahkan sampai dunia. Peristiwa tersebut juga menyebabkan hubungan antar
agama semakin memburuk dan saling mencurigai. Rasa saling mencurigai antar
kelompok Muslim dan Kristen sampai sekarang masih sangat terasa. Orang-orang
yang memiliki identitas dan penampilan Muslim akan sulit untuk berkunjung ke
negara-negara barat. Peristiwa tersebut mengakibatkan hubungan yang tidak
harmonis antara kedua belah pihak, sehingga muncul kecurigaan-kecurigaan yang
berdampak terhadap faktor sosial, ekonomi, bahkan geopolitik. Masing-masing
negara maupun dari Tmur Tengah atau Amerika cenderung saling mencurigai.
Pandangan buruk dan kecurigaan
terhadap Islam perlu untuk diluruskan dan dirubah. Dalam satu sisi, kewaspadaan
terhadap terorisme memang diperlukan namun hendaknya tidak menimbulkan
kecurigaan secara berlebihan yang akhirnya akan merusak keharmonisan sebuah
hubungan kehidupan sosial manusia. Ketakutan terhadap Islam harus dirubah
misalnya dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup. Karena tidak semua orang Muslim menyetujui aksi-aksi terorisme.
Kerjasama yang terbangun dapat mempersempit gerak aksi teroris, di mana
kecurigaan terhadap pemeluk Islam maupun yang beratribut Islam memudar. Dendam
terkadang menjadi pemicu yang kuat untuk melakukan tindakan-tindakan
teror maupun tindakan mencurigai dan menyakiti. Oleh sebab itu, setiap manusia
harus ditanamkan untuk tidak memiliki rasa dendam.
Salah satu contoh film yang
menggambarkan kejadian seperti di atas adalah film “Five Minarets In New
York”. Film ini menceritakan tentang perburuan teroris oleh kepolisian
Turki dan FBI. Dengan agen-agen anti teror dunia-nya FBI telah menangkap
seorang target yang dituduh telah mendalangi berbagai teror di dunia, mereka
memberi nama kode ‘Dajjal’. Belakangan di ketahui bahwa orang yang
ditangkap adalah seorang imigran dari Turki yang bernama Hadji Gumus. Hadji
Gumus adalah anggota dari perkumpulan minoritas Muslim yang ada di Amerika. Dia
ditangkap di rumahnya ketika sedang menjalankan Ibadah Sholat. Hadji ditahan di
sebuah penjara di New York, Amerika sementara belum dijemput dari pemerintahan
Turki.
Dinas kepolisian Turki memberi tugas
pada Firat dan Acar, keduanya adalah polisi terbaik di jajaran kepolisian Turki
yang tergabung dalam kesatuan anti teror Istanbul. Firat dan Acar ditugaskan ke
Amerika untuk menjemput dan membawa Hadji kembali ke Turki untuk di adili. Pemerintah dan
kepolisoan Turki menganggap Hadji sebagai sosok yang bertanggung jawab atas
beberapa rangkaian peristiwa teror atas nama agama yang terjadi di Turki. Hadji
dituduh berperan penting sebagai sosok yang menyokong gerakan terorisme. Selain
menjalankan misi negara untuk menjemput buronan teroris, polisi yang bernama Firat ternyata memiliki misi pribadi saat
menjemput Hadji Gumus. Benarkah Haji Gumus pelaku aksi terorisme?
Dalam perjalanan waktu, setelah melalui
rentetan penyelidikan yang panjang, Hadji Gumus membuktikan bahwa dia bukanlah
pelaku teroris seperti yang dituduhkan oleh kepolisian Turki dan kepolisan
Amerika, dalam hal ini FBI. Pada akhirnya, diketahui bahwa dalang dari semua ini
adalah Firat. Dialah yang mengatur semua skenario, mulai dari tuduhan terhadap
Hadji sebagai teroris hingga pada penangkapannya. Setelah pihak kepolisian
Turki melakukan penyelidikan yang seksama, diketahui bahwa Firat melakukan
semua itu disebabkan oleh dendam pribadi. Hadji dianggap sebagai orang yang
bertanggung jawab atas kematian ayahnya. Usaha Firat juga tidak lepas dari
hasutan sang kakek. Dialah yang terus mendorong Firat. Pada akhirnya, Hadji
membuktikan bahwa dia bukanlah pelakunya.
Film ini juga di bumbui dengan
romantika keluarga Hadji, mulai dari fenomena bahwa istri hadji adalah non
muslim. Keluarga Hadji yang ternyata tidak semuanya muslim menjelaskan bahwa Hadji
sebagai tokoh yang sangat taat terhadap agamanya memiliki pemikiran yang moderat
dan bertoleransi tinggi terhadap kepercayaan dan agama lain, hal ini dibuktikan
atau terbukti dengan sikap Hadji yang beristrikaan seorang Kristen. Adengan Hadji
bertemu kembali dengan Ibu kandungnya di kampung halaman dan juga kisah balas
dendam oleh keluarga Firat kepada keluarga Hadji atas kejadian masa lalu yang dilakukan
kakak Hadji merupakan beberapa adegan
lain dari film
ini yang sangat menyentuh. Di sini Hadji memenuhi nubuatnya sendiri bahwa dia akan
beristrahat dengan tenang setelah berjmupa dengan ibunya. Hadji tewas ditembak
oleh kakek dari Firat.
Menyaksikan film ini, kita akan
sadar bahwa setiap pribadi diciptakan
oleh Tuhan dengan kekhasan dan keunikan
yang tak mungkin kita selami dan pahami, serta bahwa agama setiap orang hanyalah kendaraan untuk sampai pada Tuhan yang satu dan sama. Dengan
demikian kita tidak dapat menghakimi orang lain melalui agama dan
kepercayaanya. Melalui film ini kita diajak untuk melihat orang lain sebagai
pribadi yang integral dan tidak hanya sebatas pada agama, suku dan ras. Kisah Hadji
yang dengan tenang dan sabar menjalani setiap pemeriksaan meskipun ia tidak
bersalah, mengajarkan bahwa pada akhirnya kebaikan akan tetap menang, dan bahwa
kebenaran akan memberi rasa tenang untuk menghadapi setiap persoalan yang datang.
Dalam film ini terdapat beberapa
kisah yang jika diperhatikan oleh penonton secara seksama akan menjatuhkan karakter dari tokoh dan film ini
sendiri. Salah satu dari adegan tersebut adalah ketika Maria yang mencoba mengelus
dahi suaminya akibat disiksa oleh dua tentara dengan air liur. Hal ini tentunya
sangata aneh, karena terjadi di negara yang maju seperti Amerika, dan ini dilakukan
oleh seorang yang sudah memeluk agama, dengan demikian sang istri sudah menaruh harapan pada kepercayaan mistis, seperti menyembuhkan luka dengan air liur.
Lepas dari semua itu penulis naskah sekaligus sutradara, Mahsun
Kirmizigül telah berhasil membawa
penonton untuk membangun kesadaran
dan pemahaman yang baru dalam konsep kehidupan beragama yang lebih toleran dan
harmonis. Melalui film ini, kita diajak untuk untuk mengubah
persepsi yang keliru, persepsi yang selama ini menganggap agama lain sebagai biang kejahatan
dan sumber dari berbagai peristiwa teror. Di
lain pihak, lewat film ini
juga kita disadarkan bahwa agama lainpun mengajarkan nilai-nilai luhur yang menjunjung tinggi keluhuran martabat manusia kepada para pengikutnya, dan ini kita saksikan dalam sosok Hadji Gumus, seorang Muslim demokratis yang sangat taat menjalankan
ajaran agamanya.
Marcelinus Ledu Ngaba (3327)
Komentar
Posting Komentar